1.21.2014

Menikah dengan kekuatan dan Menikah dengan keagungan

Ada beberapa solusi yang sulit diterima akal oleh para pemuda saat ini ketika muncul keinginan untuk menikah. pertanyaan-pertanyaan yang sejatinya diarahkan kepada dirinya sendiri selalu berkisar kepada seberapa mampu mereka untuk menikah dengan mengandalkan kekuatan. sedangkan di dalam anjuran Rasulullah, menikah bukan saja bersumber dari kekuatan saja namun ada kalanya bersumber dari keagungan hati.

Membedakan pernikahan yang lebih menitik beratkan pada kekuatan dan keagungan dapat kita lihat dari cara kita melihat sudah pantaskah kita untuk menikah.
Bila pemikiran utama kita adalah:

Mahar + penghasilan bulanan + fisik + aqad = Pernikahan

Maka sejatinya kita sedang berpikir menikah dengan berlandaskan kekuatan.

sedangkan bila pemikiran utama kita adalah:

Ilmu+ Ibadah + Sunnah Rasulullah + Mahar+ Aqad = Pernikahan

Maka sejatinya kita sedang mencoba melalui jalan pernikahan yang agung.

Bersebab Pernikahan Ali dan Fatimah RadhiAllahu Anha tidak terikat dengan penghasilan bulanan apalagi mahar yang berlimpah.

Bersebab pernikahan Rasulullah dan Ummu Saudah tidak terikat dengan fisik semata.

Bersebab pernikahan Zaid bin Kharisah dengan Ummu Aiman tetap khidmat walaupun Ummu aiman adalah perempuan tua yang berasal dari Habasyah (Somalia).

Pernikahan diatas berada dalam lintasan keagungan yang terekam abadi dalam sejarah, karena yang didamba oleh para para Nabi, Ahlul bait dan Shahabat tidak sekadar keinginan dunia, keindahan fisik, kecantikan wajah. lebih daripada itu yang menjadi tujuan adalah keagungan sunnah itu sendiri.

Maka bila kita merasa nyeri dan susah untuk menikah, boleh jadi bukan karena kita tidak sanggup menikah. namun kita memilih melalui jalan yang perlu kekuatan besar, bukan melalui jalan yang penuh keagungan.

by Rahmat Idris

Tidak ada komentar:

Posting Komentar