1.23.2014

bangga yang salah



Sudah lama gak kepo facebook-FB, biasanya sih buka FB buat cek notification, itupun terpaksa karna pengumuman kuliah update dari FB, duuh ini sangat merugikan bagi pihak yang jarang update FB *saya ~~.
Malam ini, saya iseng liat beranda FB, trus liat deh profil temen SMA ada yang lagi foto sambil pegang salju. Karena penasaran, saya buka deh profilnya dan dia sedang di athene lanjut master. Lalu, saya liat mutual friendnnya dan kepo lagi teman SMA yang lain yang dengan bangganya pamer foto kampusnya yang di luar negri.
Oke, saya memang sedikit iri dengan keadaan tersebut. Iri karena Obsesi saya yang dulu kursus bahasa inggris sampai level high tapi sampai sekarang tetap kuliah di Indonesia. Hmm, iri..iri.. iri dalam urusan dunia...
Tapi, perasaan iri tersebut segera saya tepis dan buang jauh, ketika FB ke dua saya buka (khusus akhwat), mayoritas teman saya di FB ini ummahat. Saya melihat perbedaan yang sangat berlawanan.
Di fb saya yang pertama, banyak teman yang berbangga dengan fotonya di luar negeri, ada yang sedang liburan, lanjut studi, kerja, atau seminar ini-itu. Sedangkan di fb saya yang kedua, banyak teman yang update status  tentang tausyiah, perkara dosa, saling menasihati, mengingatkan, dalil tentang ini-itu, update kajian di kota A, berbagai produk gamis syar’I, dan semangat ulama dalam menuntut ilmu.
Yaah… perbedaan yang sangat berlawanan arah. Obsesi untuk menuju akhirat dan dunia sangatlah berbeda.
Mungkin mereka yang hidup di negeri kafir menggeborkan tentang islam, dan tentang hijab, yang dengan berhijabpun bisa baik di bidang akademik dengan bisa kuliah sampai di luar negeri dengan program beasiswa. Allahul musta’an, mungkin ada kebanggaan tersendiri bagi mereka sendiri yang berhasil tembus kuliah di luar negeri, kebanggaan orang tua yang berhasil mendidik anaknya sampai mendapat beasiswa diluar negeri, dan kebanggaan teman mereka juga yang hanya sebagian teman yang bisa kuliah di luar negeri. Tapi apakah Allah bangga dengan ini???.
Tentu saja allah tidaklah bangga dengan umatnya yang sibuk menuntut ilmu di negeri kafir tapi melupakan menuntut ilmu islam. Walaupun begitu, saya tidaklah sepenuhnya berkhusnudzhon, memang mempelajari ilmu dunia fardhu kifayah, tapi prihatin dengan keadaan mereka di luar negeri khususnya negeri orang kafir.
Saya banyak mendengar dan membaca artikel kuliah di luar negeri, khususnya negeri kafir. Disana sangat sulit mencari masjid, makanan halal, dan teman yang seiman. Bahkan waktu sholat pun tidaklah semudah di Indonesia yang setiap masuk sholat adzan berkumandang dari masjid terdekat.
Hal tersebut sangatlah penting, karna bagaimana laki-laki bisa mengabaikan sholat berjama’ah, yang sudah jelas sholat berjama’ah wajib bagi kaum pria.
Lalu apa yang dicari dinegri kafir??, bahkan sholat berjama’ah pun dimudahkan hukumnya oleh sebagian dari mereka.
Berbanggakah dengan hal tercela tersebut. Ditambah akhwat yang mengaku berjilbab besar, memajang fotonya, dengan gaya islami di setiap status FB dan bermudahan dengan perkara pergi safat tanpa mahrom. Bagaimana mereka dengan mudahnya pergi safaar terlebih ke negeri kafir tanpa di dampingi mahrom!. Apakah itu cerminan seorang akhwat yang memudahkan dirinya sendiri untuk melancong demi akademik ke negeri kafir. Padahal sudah jelas, wanita yang safar wajib di dampingi oleh mahrom. Kalau sudah begini, dimana letak islaminya L .
bangga hidup dan menuntut ilmu di negri kafir adalah bangga yang salah. Coba bandingkan, seberapa banyak juz dan dalil yang sudah dihafal dan dipelajari?, apa yang akan dibanggakan di akhirat???.
Bangga dunia adalah bangga yang salah…

1.22.2014

Rajinlah Membaca Kitab, Selain Rajinmu Membaca Status

Rajinlah membaca kitab, selagi rajinmu membaca status...idolamu...atau...status fulan/fulanah yang kamu iri padanya, baik iri yang sehat maupun iri yang sakit.

Bacalah kitab dengan terdiam
sebagaimana diam-diam kamu membaca status fulan/fulanah idolamu
atau fulan/fulanah yang kamu iri padanya
baik sehat maupun sakitnya irimu

Hamba dapatkan dari sebuah halaman syair ini:

إذا كنت لم تقرأ ولا أنت فاهم
فموتك أحسن من حياتك دائم
نهارك بطال وليلك نائم
كذلك في الدنيا تعيش البهائم

"Jika kamu tidak membaca, tidak pula memahami
maka matimu lebih baik daripada hayatmu yang menerus
Siangmu pahlawan, dan malammu tertidur
Begitulah di dunia hidupnya binatang ternak."

Dihikayatkan oleh Muhammad Shalih al-Munajjid, ulama besar Saudi Arabia, sebuah syair yang selalu dan selalu hamba kenang:

إذا لم تكن حافظاً واعياً فجمعك للكتب لا ينفع

تحضر بالجهل في مجلس وعلمك في البيت مستودع

"Jika kamu tidak hafal tidak faham pula
maka kumpulanmu kitab-kitab tiada guna
Kamu hadir di majelis dengan kebodohan
sedangkan ilmumu di rumah kamu titipkan"

Dihikayatkan pula oleh beliau secara makna, suatu kala al-Bukhary (w. 256 H) ditanya perihal hafalannya yang luar biasa. Apa kiranya rahasia yang jadikan beliau sehebat itu? Secara makna, beliau menjawab:

لم أجد أنفع من مداومة النظر والقراءة

"Belum aku temukan apa yang lebih bermanfaat daripada memandang secara menerus dan membaca."

Rajinmu membaca status, malukah tanpa imbangnya membaca kitab-kitab bagus?

By: ustadz Hasan Al-jaizy

1.21.2014

Menikah dengan kekuatan dan Menikah dengan keagungan

Ada beberapa solusi yang sulit diterima akal oleh para pemuda saat ini ketika muncul keinginan untuk menikah. pertanyaan-pertanyaan yang sejatinya diarahkan kepada dirinya sendiri selalu berkisar kepada seberapa mampu mereka untuk menikah dengan mengandalkan kekuatan. sedangkan di dalam anjuran Rasulullah, menikah bukan saja bersumber dari kekuatan saja namun ada kalanya bersumber dari keagungan hati.

Membedakan pernikahan yang lebih menitik beratkan pada kekuatan dan keagungan dapat kita lihat dari cara kita melihat sudah pantaskah kita untuk menikah.
Bila pemikiran utama kita adalah:

Mahar + penghasilan bulanan + fisik + aqad = Pernikahan

Maka sejatinya kita sedang berpikir menikah dengan berlandaskan kekuatan.

sedangkan bila pemikiran utama kita adalah:

Ilmu+ Ibadah + Sunnah Rasulullah + Mahar+ Aqad = Pernikahan

Maka sejatinya kita sedang mencoba melalui jalan pernikahan yang agung.

Bersebab Pernikahan Ali dan Fatimah RadhiAllahu Anha tidak terikat dengan penghasilan bulanan apalagi mahar yang berlimpah.

Bersebab pernikahan Rasulullah dan Ummu Saudah tidak terikat dengan fisik semata.

Bersebab pernikahan Zaid bin Kharisah dengan Ummu Aiman tetap khidmat walaupun Ummu aiman adalah perempuan tua yang berasal dari Habasyah (Somalia).

Pernikahan diatas berada dalam lintasan keagungan yang terekam abadi dalam sejarah, karena yang didamba oleh para para Nabi, Ahlul bait dan Shahabat tidak sekadar keinginan dunia, keindahan fisik, kecantikan wajah. lebih daripada itu yang menjadi tujuan adalah keagungan sunnah itu sendiri.

Maka bila kita merasa nyeri dan susah untuk menikah, boleh jadi bukan karena kita tidak sanggup menikah. namun kita memilih melalui jalan yang perlu kekuatan besar, bukan melalui jalan yang penuh keagungan.

by Rahmat Idris

Belajarlah, di Saat yang Lain Tertidur!

via Ummu Hanin Khoiriyah

"Jalan ilmu tidak semuanya beraspal, pasti ada beceknya.

Yang ikut bermain becek-becekan, pasti akan ketinggalan dengan mereka yang selalu meniti jalan yang kering.

Di antara becek yang ada lubang dalamnya, adalah lubang-lubang fitnah dan perselisihan.

Jika tidak punya kaki panjang (alias ilmu yang cukup) untuk keluar dari lubang tersebut, pasti akan terus tenggelam dan semakin ketinggalan."

Saudariku, hari ini kita terlalu menyengaja diri untuk masuk pada gumpalan fitnah. Sehingga, kita lalai dari ilmu.

Saudariku, sibuklah belajar di saat yang lain lagi tertidur.

Semangatlah menuntut ilmu di saat fitnah tersebar.

Beramallah, di saat yang lain lagi malas-malasan.

Ingatlah, orang yang belajar akan sampai ke tujuan. Sementara yang sibuk dengan fitnah hanya terkurung pada kubangan becek yang membuat ia kotor dan tidak akan pernah sampai ke tujuan...[]

--Bontote'ne, 16 Rabiul Awal 1435 H


1.14.2014

Jadi sepakat kan gak galau lagi..

Ilmu islam itu sangaaatt luas, sepanjang umur kita hidup bahkan belum tentu menguasai semuanya, kecuali ulama yang diberi kecerdasan oleh Allah.
Masyaa Allah, sekarang kita dipermudah hanya dengan membaca kitab dari yang mereka tulis, bahkan hanya sekedar matannya saja tanpa harus menghafal perowinya. Tapi tetap aja hal itu dianggak sulit bagi sebagian orang termasuk saya. Mungkin karena banyaknya maksiat yang bertebaran dimuka bumi, menghalangi hati kita untuk menerima ilmu. Iya maksiat, media social dan sejenisnya, yang sedikit demi sedikit mengotori hati kita.
Yaah memang, media social itu bisa mempermudah dalam bertukar informasi untuk yang benar-benar memanfaatkanya. Tapi,,, bisa juga sebagai media kemaksiatan. Semua dikendalikan ke pribadi masing-masing.
Banyak ilmu sekarang mudah didapat, dari rekaman yang dishare, kajian dan sebagainya. Ketika membahas tentang ilmu, terpikir dalam benak saya “kalau memang ilmu cakupannya sangat luas, kenapa saya sempat-sempatnya galau dengan pernikahan”.
Oke, memang pernikahan adalah hal yang dianjurkan oleh agama jika memang sudah siap lahir dan batin. Tidak ada larangan juga menuntut ilmu sambil menikah. Namun, yang perlu dicatat untuk yang belum menikah, belajar..belajar..belajar..belajar.. itu bisa melupakan dari pikiran tentang nikah. Masih banyak ilmu lain yang belum dipelajari, bahkan banyak kitab ulama yang kita melihatnya pun belum pernah apa lagi membaca. Lantas, kenapa hati kita tersibukan terhadap hal yang sudah pasti Allah gariskan dari beberapa ribu tahun lalu. Memikirkan tentang ilmu pernikahan sangat baik, namun jangan lupakan ilmu lainnya yang lebih urgent, ilmu tauhid.
Berapa orang yang dengan bangganya tau tentang tata cara ta’aruf, dan membina keluarga tapi mengesampingkan tentang tauhid.
Belajar di waktu muda sebelum menikah, itu lebih mudah.

Dibandingkan belajar sesudah menikah.

Kenapa...? Karena kesibukan kita bertambah...

Kesibukan mencari nafkah, kesibukan mendidik keluarga, kesibukan belajar, kesibukan ini dan itu.

Adapun sebelum menikah, bebas dan merdeka...

Maka manfaatkanlah waktu muda sebelum menikah.

Untuk mengumpulkan ilmu.

Jadi… sepakat kan gak galau lagi….





" NAHR AL-KHAIR (SUNGAI KEBAIKAN) "

Catatan hari saya...

نهر الخير

" NAHR AL-KHAIR (SUNGAI KEBAIKAN) "

16 Sebab Para Ulama Berbeda Pendapat Didalam Masalah Fiqih

1. Terjadinya benturan diantara dalil - dalil (yang shahih) dalam pandangan Ulama Mujtahid.

2. Ketidaktahuan akan dalil.

3. Perbedaan pendapat mengenai ke-shahihan-an (sebuah) riwayat hadits setelah ia sampai kepada setiap Ulama Mujtahid.

4. Perbedaan pendapat mengenai jenis dalil, apakah ia dapat dijadikan argumen atau tidak?

5. Perbedaan dalam menerapkan kaidah ushul (pokok) menjadi dasar perbedaan dalam furu' (cabang) seperti mengarahkan kata muthlaq (tanpa batas atau umum) kepada makna muqayyad (terbatasi atau khusus).

6. Perbedaan dalam Qira'ah (bacaan) al-Qur'an al-Karim, dimana Ulama Mujtahid mengambil satu Qira'ah, sedangkan Ulama Mujtahid yang lain mengambil Qira'ah yang lain.

7. Perbedaan riwayat dalam beberapa lafadz atau matan hadits.

8. Perbedaan sisi i'rab (perubahan kata) padahal para Ahli Qira'ah sama dalam meriwayatkan nya.

9. Indikasi dalam nash bersifat dugaan yaitu nash (dalil) yang mengandung beberapa kemungkinan makna.

10. Perbedaan dalam memahami (sebuah) lafadz (nash) sebagai lafadz umum atau lafadz khusus.

11. Perbedaan dalam memahami (sebuah) lafadz (nash) sebagai lafadz yang bermakna hakiki atau majazi.

12 Perbedaan pendapat mengenai suatu kalimat, apakah didalamnya ada komponen kalimat yang tidak ditampilkan atau tidak.

13. Perbedaan pendapat mengenai ada atau tidak adanya penghapusan hukum (dari masalah tersebut).

14. Perbedaan pendapat dalam memahami (suatu) perintah sebagai perintah (yang menunjukkan) wajib atau perintah (menunjukkan) sunnah.

15. Perbedaan dalam memahami larangan sebagai larangan (yang menunjukkan) haram atau makruh.

16. Perbedaan pendapat mengenai perbuatan Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam, apakah ia dipahami sebagi (suatu yang) wajib, sunnah atau mubah.

[Dinukil dari kitab Tabshir An-Nujaba' fi Haqiqah Al-Ijtihad wa at-Taqlid wa at-Talfiq wa al-Ifta' hal 11 - 22 karya DR.Muhammad Ibrahim al-Hafnawi, Lihat kitab Perbandingan Pendapat Lama dan Pendapat Baru Imam asy-Syafi'i hal 8 - 9, karya DR.Muhammad Suma'i Sayyid Abdurrahman ar-Rastaqi. Terjemahan tesis beliau yg berjudul al-Qadim wal Jadid min Aqwal Al-Imam asy-Syafi'i]