Renungan untuk Ikhwan-Akhwat Pengguna Facebook
Penyusun: Abu Muhammad Al-Ashri
Muraja’ah dan koreksi ulang: Ustadz Abu Ukasyah Aris Munandar
Akhi…
Bila kita sempatkan diri kita untuk membaca sejarah hidup para
pendahulu kita yang shalih mulai dari masa shahabat hingga para ulama
salaf, niscaya kita dapati akhlak, adab, dan ketegasan mereka yang
menakjubkan. ‘Kan kita jumpai pula indahnya penjagaan diri mereka dari
aib dan maksiat. Merekalah orang-orang yang paling bersegera menjauhi
maksiat. Bahkan, sangat menjauh dari sarana dan sebab-sebab yang
mendorong kepada perbuatan maksiat.
Bila kita membaca kehidupan
anak-anak atau para remaja di masa salaf, niscaya kita dapati mereka
adalah darah-darah muda yang tampak kecintaannya terhadap din,
semangatnya dalam membela al-haq, dan sikap bencinya kepada perbuatan
dosa. Maka, kita dapati mereka di usia muda, sudah memiliki hafalan
Al-Qur’an, semangat yang besar untuk berjihad, dan kecerdasan yang
menakjubkan.
Sebaliknya, sungguh sangat sedih hati ini.
Tidakkah kita merasakan bahwa kaum muslimin saat ini terpuruk, terhina
dan tidak berdaya di hadapan orang-orang kafir, padahal jumlah kita
banyak? Lihatlah diri kita! Bandingkan diri kita dengan para pemuda di
masa salaf! Akhi… saya, antum, kita semua pernah bermaksiat. Namun,
sampai kapan kita bermaksiat kepada-Nya?
...
Saya tidak mengharamkan antum berdakwah kepada wanita, karena Nabi pun berdakwah kepada wanita!
Saya pun tidak mengharamkan muslim atau muslimah memanfaatkan facebook, karena untuk mengharamkan sesuatu membutuhkan dalil.
Siapa yang melarangmu mendakwahi mereka akhi…?
Bahkan, dulu kumasih berprasangka baik padamu bahwa kau ‘kan dakwahi teman-teman lamamu, termasuk para wanita itu…
Namun, yang terjadi adalah sebagaimana yang kau tahu sendiri…
Tak perlu kutulis…
Karena kau pasti tahu sendiri…
...
Catat! Tak kubuka friendlist FB-mu karena aku tak mencari-cari aibmu…
Namun, tidakkah kau sadar bahwa FB itu sangat-sangat terbuka?
Hingga dirimu sendiri yang tak sadari…
Bahwa tingkah lakumu pada para akhwat itu,
Dapat dilihat kawan-kawanmu yang lain, termasuk diriku…
Yang inilah sebab yang mendorongku menorehkan pena dalam lembaran-lembaran ini…
Duh….
Betapa sering Allah menutupi aib seorang hamba…
Namun dirinyalah sendiri yang membongkar aibnya…
....
Ya Allah…
Kuadukan kesedihan hatiku ini hanya kepadaMu…
Hanya kepadaMulah kuserahkan hatiku…
Mudah-mudahan Kau mendengar doaku…
Dan Kau maafkan kesalahan kawan-kawanku itu…
Di samping ku terus berhadap agar Kau pun maafkan diriku…
...
Akhi…
Pernahkah kau baca firman Allah yang menyinggung “mata yang berkhianat”?
Baiklah, kita periksa kembali.
Allah berfirman dalam surat Al-Mukmin: 19
يعلم خاينة الأعين
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang berkhianat”
Nah, apakah yang dimaksud dengan mata yang berkhianat itu? Akhi, sesungguhnya Al-Qur’an itu turun di masa para shahabat.
Shahabat Nabilah yang paling mengerti makna Al-Qur’an karena mereka
hidup bersama Nabi, langsung mendapat bimbingan dan pengarahan Nabi.
Maka, kini kan kubawakan tafsir Ibnu Abbas, sebagai hadiahku untukmu.
Akhi ingat kan siapa Ibnu Abbas? Na’am! Dia adalah ahli tafsir dari
kalangan shahabat Nabi. Kudapatkan tafsir ini dari Abul Faraj Al-Jauzy
(Ibnul Jauzy), dalam kitab beliau,ذم الهوى. Ibnu Abbas berkata
الرجل يكون في القوم فتمر بهم المرأة فيريهم أنه يغض بصره عنها فإن رأى
منهم غفلة نظر إليها فإن خاف أن يفطنوا إليه غض بصره وقد اطلع الله عز وجل
من قلبه أنه يود أنه نظر إلى عورتها
“Seseorang berada di tengah
banyak orang lalu seorang wanita melintasi mereka. Maka, ia
memperlihatkan kepada kawan-kawannya bahwa IA MENAHAN PANDANGANNYA DARI
WANITA TERSEBUT. Jika ia melihat mereka lengah, ia pandangi wanita
tersebut. Dan jika ia khawatir kawan-kawannya memergokinya, ia menahan
pandangannya. Padahal, Allah ‘azza wa jalla mengetahui isi hatinya bahwa
ia ingin melihat aurat wanita tersebut .”
...
Camkan itu akhi…!
Kita sudah lama mengenal Islam…
Kita sudah lama ngaji…
Apakah seseorang yang sudah lama ngaji pantas seperti itu?
Inginkah akhi dikenal manusia sebagai pemuda yang shalih…
Yang senantisa menundukkan pandangan di alam nyata…
Namun kau berkhianat dengan matamu…
Kau tipu kawan-kawanmu yang berprasangka baik kepadamu…
Tidakkah ‘kau malu kepada Allah…
Yang melihatmu di kala tiada orang lain di sisimu selain laptopmu, komputer, atau HP-mu?
Yang dengan laptopmu kau bisa pandangi wanita sesuka hatimu…?
Yang dengan komputermu kau bisa sapai mereka sepuasmu..?
Yang dengan HP-mu kau bisa berbincang-bincang dengan mereka sekehendakmu…?
...
Akhi…
Janganlah ‘kau marah padaku…
Marahlah pada Ibnu Abbas jika kau mau…
Karena dialah yang menjelaskan arti mata khianat kepadaku…
...
Akhi…
Jika kau malu bermaksiat di hadapan kawan-kawanmu, apalagi di hadapan para wanita itu…
Ketahuilah bahwa
قلة حيائك ممن على اليمين وعلى الشمال وأنت على الذنب أعظم من الذنب
“Sedikitnya rasa malumu terhadap siapa yang berada di sebelah kanan dan
sebelah kirimu, saat kamu melakukan dosa, itu lebih besar daripada dosa
itu sendiri!”
Eits… sebentar akhi, jangan marah dulu. Itu di
atas bukan ucapan saya, tetapi ucapan Ibnu Abbas! Silakan lihat di ذم
الهوى halaman 181.
...
Akhi…
Apakah engkau masih sempat-sempatnya tertawa, melempar senyum pada akhwat itu, meski sebatas:
simbol ^__^
atau kata-kata: xii…xiii..xii..,
atau: hiks..hiks…hiks…,
atau: hiii..hi..hi..,
atau: ha..ha..ha…,
atau: so sweet ukhti…,
atau sejenisnya yang kau tulis di wall-wall atau ruang komentar Facebook para akhwat itu!
Maka, Ketahuilah bahwa
وضحكك وأنت لا تدري ما الله صانع بك أعظم من الذنب
“Tertawa saat kamu tidak tahu apa yang akan Allah perbuat terhadapmu, ITU LEBIH BESAR DARIPADA DOSA ITU SENDIRI!”
dan juga
وفرحك بالذنب إذا ظفرت به أعظم من الذنب
“Kegembiraanmu dengan dosa ketika kamu melakukannya, ITU LEBIH BESAR DARIPADA DOSA ITU SENDIRI”
Afwan akhi jika antum mulai emosi (semoga tidak). Jangan lihat saya
karena dua kalimat di atas bukan ucapan saya, tetapi ucapan Ibnu Abbas
pula, afwan.
...
Akhi…
Kalau antum masih bermudah-mudahan dalam berfacebook ria dengan para wanita itu,
Ketahuilah bahwa antum adalah pengecut!
Karena kalau kau berani, kau kan temui ayahnya dan kau pinang dirinya…
Kalaupun hartamu tidak mendorongmu untuk itu…
Kau tetap pengecut karena kau hanya “tunjukkan perhatian”…
Sementara kau tidak berani “maju melangkah”…
Jika kau mampu tahan pandanganmu dari “bunga-bunga” facebook itu, barulah kau ini seorang pemberani!
Sabar dulu akhi, jangan marah dulu. Siapa saya? Saya ini masih
sama-sama belajar seperti antum, atau malah saya masih tergolong anak
“baru ngaji”. Namun, mohon jikalau akhi menolak ucapan saya,
perhatikanlah untaian kata yang dikutip Ibnul Jauzi di bawah ini..
ليس الشجاع الذي يحمي مطيته … يوم النزال ونار الحرب تشتعل
لكن فتى غض طرفا أو ثنى بصرا … عن الحرام فذاك الفارس البطل
Pemberani bukanlah orang yang melindungi tunggangannya
Pada saat peperangan, ketika api berkobar
Akan tetapi, pemuda yang menahan padangannya dari yang diharamkan…
Itulah prajurit yang ksatria!
Akhi…
Sekali lagi, kalau kau tersinggung dengan ucapanku. Mohon janganlah kau
lihat siapa saya, kawanmu ini. Saya tidak ada apa-apanya. Namun, sekali
lagi, kumohon lihatlah siapa orang yang perkataannya kuhadirkan padamu.
Salaf memberi nasehat kepada kita dengan untaian katanya di bawah ini:
فتفهم يا أخي ما أوصيك به إنما بصرك نعمة من الله عليك فلا تعصه بنعمه
وعامله بغضه عن الحرام تربح واحذر أن تكون العقوبة سلب تلك النعمة وكل زمن
الجهاد في الغض لخطة فإن فعلت نلت الخير الجزيل وسلمت من الشر الطويل
“Pahamilah wahai saudaraku apa yang aku pesankan kepadamu…
Penglihatanmu tidak lain adalah nikmat dari Allah atasmu…
Janganlah mendurhakai-Nya dengan menggunakan nikmat-Nya….
Perlakukanlah penglihatan tersebut dengan menahannya dari yang haram,
Maka kamu beruntung.
.
Jangan sampai engkau mendapat sangsi berupa hilangnya kenikmatan itu.
Waktu berjihad untuk menahan pandangan adalah sejenak.
Jika kau melakukannya, kau ‘kan dapatkan kebaikan yang banyak,
dan selamat dari keburukan yang panjang.”
[lihat ذم الهوى , karya أبو الفرج عبد الرحمن بن أبي الحسن الجوزي, hal. 143 ]
Akhi…
Sekali lagi, demi Allah, saya tidak melarangmu untuk berdakwah,
termasuk dakwah kepada wanita. Sudah kuterangkan di atas bahwa Nabi pun
berdakwah kepada wanita.
Namun, wahai akhi…
Antum
memiliki kewajiban yang besar sebelum antum berdakwah, yaitu ilmu!
Sudahkah kita berdakwah dengan ilmu? Akhi, ini kutujukan pula untuk
diriku: Manakah waktu yang lebih banyak kita habiskan? Mendakwahi wanita
itu, atau waktu kita dalam mengikuti majelis ilmu? Silakan kita jawab
sendiri.
...
Akhi…
Laki-laki memang tidak dilarang bahkan bisa diwajibkan mendakwahi wanita, sebagaimana yang Nabi dan para shahabat lakukan…
Namun, mendakwahi mereka tidak harus lewat facebook kan? Antum bisa
membuat blog/website yang dari situ antum bisa menulis risalah. Antum
bahkan bisa berbicara di alam nyata jika diperlukan, selama tidak ada
khalwat. Namun, tidakkah kita ingat bahwa para shahabat menimba ilmu
dari istri Nabi tidak berhadapan langsung, tetapi di balik tabir?
Jika ingin berdakwah, antum bisa menukilkan artikel bermanfaat, lalu
kau cantumkan di facebookmu.. Antum juga bisa membuat page, atau grup
yang dengannya kau bisa kirimkan artikel kepada kaum muslimin atau
muslimah sehingga bisa membaca nasehatmu. Itu saja! Lalu kau log-out
dari FB. Selesai kan? TANPA KITA HARUS MELIHAT-LIHAT LAWAN JENIS dan
berbincang-bincang dengannya.
Akhi… di saat antum akan
mendakwahi wanita, di saat itu pula antum harus menjaga diri antum untuk
jauh.. menjauh sejauh-jauhnya dari pintu fitnah!
.
Tidak
ingatkah akhi bahwa para shahabat ketika ingin menimba ilmu kepada para
istri nabi, mereka lakukan di balik tabir? Di balik tabir akhi…! Bukan
melihat wajah-wajah wanita yang kau add di facebookmu itu!
...
Akhi…
Jangan kau anggap ini kaku. Kalau akhi tidak percaya. Silakan periksa
sendiri. Demi Allah, silakan periksa sendiri para akhwat teman-teman
lama antum ketika di SLTP / SMU dulu, termasuk di kampusmu yang kau add
di FB-mu.
Berapa di antara mereka yang menerima nasehatmu dalam praktik yang nyata?
Hingga para akhwat tersebut memakai hijabnya…
Menutupi wajahnya dari pandanganmu…
Meninggalkan maksiat-maksiat karena menrima nasehatmu..
Atau akhwat-akhwat itu hanya katakan,
“Subhanallah akhi…,
bagus sekali nasehatnya….,
izin share ya….
Saya di-tag dong…
Kok ana tidak di-tag akhi…?
Makasih ya bang telah di-tag…
Jangan bosan-bosan nasehatin ana…”
Bah! Jangan terburu-buru kau biarkan hatimu berbunga-bunga dengan kata-kata di atas akhi, karena
و خلق الإنسان ضعيفا
“Manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah” (Q.S. An-Nisa’: 28)
maka ingatlah bahwa jika akhwat itu bisa berkata-kata lembut kepadamu,
padahal dia bukan istrimu, tentu dia pun akan bersikap demikian pada
laki-laki lain, selain dirimu!
أفق يا فؤادي من غرامك واستمع … مقالة محزون عليك شفيق
علقت فتاة قلبها متعلق … بغيرك فاستوثقت غير وثيق
Sadarlah wahai hati dari kasmaranmu, dan dengarkan!
Ucapan kesedihan dan kasihan kepadamu…
Kamu terpikat dengan gadis yang hatinya terpikat dengan selainmu!
...
Akhi….
Sebelum kau terpukau dengan gaya bahasa para akhwat itu, ingatlah bahwa Nabi memberikan peringatan kepada kita
ما تركت بعدي فتنة أضر على الرجال من النساء
”Aku tidak meninggalkan sepeninggalku suatu fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki ketimbang wanita”
[ H.R Bukhari dan Muslim ]
...
Akhi…
Apakah kau tidak merasakan kesedihan sebagaimana yang kurasakan? Akhi…
Bagaimana mata ini tidak mengalir di saat kita baca pesan istri Nabi,
Aisyah, berkata,
لو أن رسول الله صلى الله عليه وسلم رأى ما أحدث النساء اليوم لنهاهن عن الخروج أو حرم عليهن الخروج
“Seandainya Rasulullah melihat apa yang diperbuat kaum wanita pada hari
ini, niscaya beliau melarang mereka keluar rumah atau mengharamkan
mereka keluar rumah”
[lihat beserta sanadnya di ذم الهوى , karya أبو الفرج عبد الرحمن بن أبي الحسن الجوزي, hal. 154][1]
Ya.. Allah, ‘afallahu ‘anhunna…
...
Akhi… Kapan Aisyah (radhiyallahu ‘anha) mengatakan demikian? Kapan…?
Kapan…? Lebih dari seribu tahun yang lalu, akhi, di saat Islam masih di
puncak kejayaannya, di saat para shahabat yang menerima langsung
pengajaran nabi masih hidup.
...
Duhai Ibunda, Aisyah….
Kau katakan demikian…
di kala Nabi belum lama wafat meninggalkan dirimu…
di kala para shahabat terbaik masih hidup di antaramu..
Kau katakan demikian…
di kala para wanita masih tutupi dirinya dengan hijab kemuliaan
Aku tahu tak tahu apa yang ‘kan kau katakan…
Jika kau hidup di masa kami…
Di saat kami tenggelam dalam kotornya dunia…
Di saat manusia menghiasi dirinya dengan tipisnya rasa malu…
Di saat kaum wanita ceburkan dirinya dalam alam tabu…
...
Maka, demikian pula Engkau wahai saudariku muslimah! Jikalau tulisan
ini sampai kepadamu, mengapa tidak kau katakan kepada kami, para
laki-laki, suatu ucapan yang kami justru bangga mendengarnya jika kau
ucapkan:
إليك عني! إليك عني! … فلست منك و لست مني
Menjauhlah kau dariku…! Menjauhlah kau dariku…!
Karna aku bukan milikmu…
Dan kau pun bukan bagian dari ku..
Ya ukhti…
Mengapa mau add, atau kau terima permintaan pertemanan facebook dengan para laki-laki, sementara ia bukan milikmu?
Belumkah kau ketahui tahu bahwa
إن الرجال الناظرين إلى النساء
مثل السباع تطوف باللحمان
إن لم تصن تلك اللحوم أسودها
أكلت بلا عوض و لا أثمان
Laki-laki ketika melihat wanita…
Seperti bintang buas ketika melihat daging…
Jika daging-daging itu tidak disimpan dengan rapi…
Ia ‘kan dibabat tanpa kompensasi apapun dan tanpa harga…
....
Ya ukhti…
Belumkah sampai kepadamu pesan Nabi kita?
يا معشر النساء تصدقن وأكثرن الاستغفار فإني رأيتكن أكثر أهل النار
“Wahai kaum wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaklah istighfar!
Sesungguhnya aku melihat kalian sebagai penghuni mayoritas di neraka."
(H.R. Muslim: 132)
Wahai ukhti…
Tidakkah kau ingat bahwa kau pun diperintah untuk menahan pandanganmu?
وقل للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها وليضربن بخمرهن على جيوبهن
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan
pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka! Dan janganlah mereka
menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka!
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka!” (QS. An Nur
: 31)
Dalam kitab Dzammul Hawa (ذم الهوى), Abul Faraj Al-Jauzy
rahimahullah mengatakan, “Ibni Abi Manshur (ابن أبي منصور ) telah
memberiku kabar, beliau berkata, “Al-Mubarak bin Abdil Jabbar (المبارك
بن عبد الجبار ) telah memberiku kabar, beliau berkata, “Abu Ishaq
Al-Barmaki (أبو إسحاق البرمكي ) telah memberiku kabar, beliau berkata,
“Abul Husain Az-Zainabi (أبو الحسين الزينبي ) berkata, “Muhammad bin
Khalaf (محمد بن خلف ) memberitahukan kepadaku bahwa sebagian rawi dari
Al-Madaini (المدائني) menyampaikan kepadaku dari beberapa gurunya bahwa,
طلب داود بن عبد الله بعض أمراء البصرة فلجأ إلى رجل من اصحابه وكان منزله
أقصى البصرة. وكان الرجل غيورا فأنزله منزلة وكانت له امراة يقال لها
زرقاء وكانت جميلة فخرج الرجل في حاجة وأوصاها أن تلطفه وتخدمه فلما قدم
الرجل قال له كيف رايت الزرقاء وكيف كان لطفها بك قال من الزرقاء قال أم
منزلك قال ما أدري أزرقاء هي أم كحلاء فأتاها زوجها فتناولها وقال أوصيتك
بداود أن تلطفيه وتخدميه فلم تفعلي قالت أوصيتني برجل أعمى والله ما رفع
طرفه إلي
“Seorang pejabat Bashrah mencari Daud bin ‘Abdillah.
Maka, dia pergi kepada seorang shahabatnya yang tempat tinggalnya di
ujung Bashrah. Ia seorang yang pencemburu. Maka, ia mendudukkan tamunya
sesuai kedudukannya. Ia punya seorang istri cantik yang dipanggil
Zarqa’. Orang ini keluar untuk suatu keperluan, dan memerintah istrinya
supaya bersikap ramah dan berkhidmat kepada tamunya.
(*) : Ketika orang itu datang, ia bertanya kepada Daud, “Bagaimana kamu menilai Zarqa’ dan bagaimana keramahannya kepadamu?”
(+) : Daud balik bertanya, “Siapakah Zarqa’?”
(*) : Ia menjawab, “Nyonya rumah yang kamu singgahi ini!”
(+) : Ia mengatakan, “Aku tidak mengetahui apakah Zarqa’ ataukah Kahla.”
Maka, orang itu pun mendatangi Zarqa’ lalu membentaknya dan mengatakan,
(*) “Aku berpesan kepadamu supaya bersikap ramah kepada Daud dan berkhidmat kepadanya, tetapi kamu tidak melakukannya.”
(-) Zarqa’ menjawab
“Kamu memerintahku supaya berkhidmat kepada orang yang buta. Demi Allah, ia tidak mengangkat pandangannya kepadaku.”
—selesai penukilan dari kitab ذم الهوى, hal 89 —
Faidah:
Demikianlah pembaca mulia, sekelumit kisah kehidupan para pendahulu
kita, salafusshalih, yang senantiasa menjaga diri mereka dari perbuatan
maksiat, sekecil apapun itu (baca: hanya melihat Zarqa’, wanita bukan
mahramnya) meskipun mereka memiliki kesempatan untuk melakukannya, dan
tidak ada orang yang melihatnya.
Melihat wanita bukan mahram,
termasuk perbuatan yang terlarang dalam Islam. Namun, ini menjadi hal
yang dianggap remeh di masa kini. Wal-‘iyadzu billah.
Maka,
dengan menukil satu kisah salaf di atas, hendaknya kita bisa
merenungkan. Sudahkah kita buat mata ini tidak berkhianat di saat
kesempatan itu ada?
Renungkanlah wahai facebookers…
Saya pernah “merinding” ketika membaca kaidah yang disebutkan Ibnul
Qayyim di bawah ini (dalam kitab إغاثة اللهفان من مصايد الشيطان /
Ighatsatul lahfaan min Mashaayidis-Syaithaan)
الشارع حرم الذرائع و إن لم يقصد بها المحرم لإفضائها إليه
Syariat mengharamkan segala sarana yang bisa mengantarkan kepada hal
yang haram, meskipun ketika memanfaatkan sarana tersebut “TIDAK
DINIATKAN UNTUK BERBUAT HARAM“.
Renungkanlah kaidah di atas…
Boleh jadi, ketika kau memajang foto saudari kandung wanitamu, itu
menjadi sebab teman-teman FB-mu yang lain melihat saudarimu itu!
Boleh jadi, ketika kau menautkan video (yang kau anggap bermanfaat) di
wall FB-mu, sedangkan di dalamnya terdapat gambar wanita tidak memakai
jilbab –dan ini terlarang dilihat secara syariat-, kau menjadi sebab
orang lain melihat wanita-wanita itu. Padahal, mungkin kau telah tahu
bahwa memandangi wanita bukan mahram adalah hal yang terlarang.
Dan masih banyak boleh jadi lainnya yang jika kau lakukan, kau menjadi sebab orang lain berbuat maksiat tanpa kau sadari.
Apa susahnya kau hapus lawan jenis dari facebookmu?
Apa susahnya kau hapus teman-teman lamamu yang fasik, yang hanya
memenuhi facebookmu dengan kata-kata “kotor” atau gambar-gambar tidak
layak, sedangkan kau pun tidak menasehatinya? Bukankah selemah-lemahnya
iman adalah diam karena tidak berdaya, bukan diam mendiamkan? Padahal
kau pun masih bisa berkomunikasi dengan kawanmu entah bertemu langsung,
sms, email, atau pos. Maka, Demi Allah, meremove mereka bukanlah
pemutusan silaturahmi…
Berkomunikasi dengan lawan jenis tanpa hajat adalah sarana menuju haram…
Sampaikan pada mereka dalil kalau kita jujur mau manfaatkan facebook untuk dakwah…
Ingat!
Dakwah adalah menyampaikan, bukan diam ketika kita melihat kemungkaran, sedangkan lisan kita masih mampu menyampaikan…
Dan ingat pula bahwa ustadz bukan dalil!
Maka, jangan kau bilang, “Bukankah ustadz A pajang foto anak, ustadz B pajang foto diri…?”
Karena dalil syar’i adalah Allah berfirman… Rasulullah bersabda… Bukan ustadz berkata….
Jangan ikuti ustadz, kecuali kalau membawa dalil …
karena…
وإذا الدعاوى لم تقم بدليلها بــالنص فهي على السفاه دليل
Jika para pendakwa tidak menopang argumentasinya dengan nash
Maka dia berada di atas selemah-lemahnya dalil
....
Renungkanlah kaidah di atas….
Agar kita bisa senantiasa berjalan di atas ilmu…
Jangan sampai kita merasa berilmu…
Namun ternyata kita bermaksiat tanpa kita sadari…
Dan jikalau kau ingin mengkritik risalahku…
Atau mencela ucapanku…
Renungkanlah dulu dan cobalah pahami dengan baik ucapan Ibnul Qayyim di atas, karena …
و كم من عائب قولا صحيحا و آفته من الفهم السقيم
Berapa banyak orang mencela ucapan yang benar…
Penyebabnya adalah pemahaman yang buruk…
┈┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈┈
Tidak ada komentar:
Posting Komentar