Dauroh tauhid yang disampaikan Ustadz Abu Isa, selama 5 hari
kemarin sangat menyentuh hati buat saya pribadi dan ikhwah yang telah datang.
Sensasinya memang beda, ketika kita baca buku utsul tsalah sendiri dengan
didampingi oleh seorang guru.
Ustadz Abu Isa sendiri diawal bercerita bahwa ia tamatan dari
UGM fakultas Mipa. Hal ini memotivasi saya dan hiburan karna beliau berlatar
belakang pendidikan umum seperti kami yang rata-rata mahasiswa dari UGM.
Berarti tidak ada halangan untuk mahasiswa bisa menjadi ustadz asalkan kita
bersungguh-sungguh dan niat karna Allah. Dimulai dari dasar, bahasa arab dan
seksama rajin mengikut dauroh ke dauoroh.
Pelajaran dan inti sari tentang utsul tsalasah akan saya tulis
di bagian lain. Disini saya hanya bercerita tentang hikmah belajar tauhid.
Siang tadi, saya mendapat kabar dari salah seorang adik
angkatan di kampus mengabarkan ada penerimaan dosen tetap dan saya sangat
diharapkan berpartisipasi sebagai salah satu pendaftarnya. Ada rasa senang
sekaligus sedih, karna paginya saya berharap ada tawaran pekerjaan yang bisa
menambah penghasilan saya untuk biaya spp di ma’had. Saya hanya berharap pada
Allah ada rezeki yang akan disampaikan dari jalan manapun yang dikehendaki-Nya.
Entah itu sebuah rezeki atau ujian buat saya ketika saya
membaca seksama lowongan pekerjaan sebagai dosen “tetap”. Iya tetap artinya
selama-lamanya saya akan bekerja disana dan menghabiskan waktu saya di jogja.
Jauh dari orang tua dan keluarga saya di Cilegon. Sejenak berpikir dan bingung
harus memutuskan bagaimana. Biasanya jika sedang dilanda kebingungan sholat dua
rakaat bisa membantu meringkankan hati yang sesak ini, tapi terhalang karna
siklus bulanan wanita yang mengharomkan saya melakukan hal tersebut.
Saya bingung sejadi-jadinya, dulu sebelum saya benar-benar
serius dalam belajar agama saya mati-matian memperjuangkan kehidupan masa depan
saya menjadi tenaga pengajar sekelas dosen. Orang tua dan pihak keluarga
mendukung cita-cita saya ini, bahkan sampai dibawanya ke tanah harom saat
mereka pergi haji. Bukankah disana doa yang dipanjatkan sangatlah mustajab,
wallahu a’lam…
Sekarang kesempatan itu terbuka dan sudah didepan mata,
permintaan dan persyaratan pelamar bisa saya penuhi karna background saya yang
dibidang kimia lingkungan. Tapi ketika saya berpikir jauh kedepan, niat mulia
saya untuk menghabiskan waktu berbakti kepada orang tua, mendidik adik remaja
saya, dan memajukan tanah kelahiran langsung terhapus dengan baying-bayang
“dosen tetap”. Aah miris rasanya kesempatan didepan mata tapi terhalang dengan
rasa cinta yang sudah 6tahun saya mengabdikan pada ilmu.
Saya ingat pelajaran tauhid kemarin dan saya percaya Allah
akan beri jalan keluar, akhirnya saya urungkan untuk cerita kepada seorang
temanpun. Saya curahkan semua kepada Allah tempat mengadu. Sungguh, bagi saya
ini adalah hikmat terbesar ketika belajar tauhid, yaitu bergantung hanya kepada
Allah dan percaya semua sudah ditakdirkan sesuai kehendaknya, kita hanya beroda
dan berhusnuzon.
Tidak lama ketika saya dilanda kebingungan, sms seorang
ummahat mengejutkan saya. Sudah lama saya tidak bersapa dengan beliau dan saya
sudah curiga setiap datang smsnya pasti ada tawaran ikwan yang berniat ta’aruf
dengan saya. Yah, tentu saja benar prasangka saya. Lagi-lagi ada yang
menanyakan kepada saya apakah sudah wisuda dan mendapat gelar master. Aah berat
rasanya kalau ditanya ini dihari sabtu, ketika saya tidak mau memikirkan tesis
dan penelitian di laboratorium namun ada yang memaksa saya untuk kembali
mengejarkannya. Saya jawab saja, saya masih berkutat dengan tesis tanpa saya
jawab siap menikah atau belum ataukan tanpa saya jawab saya ingin sekali
menikah secepatnya.
Biarlah beliau yang menyimpulkan apakah saya sudah siap
ataukah belum…
Jauh dihati ini, ada keinginan untuk menikah dan menyelesaikan
program master saya. Namun, ada hal lagi yang mengganjal, haruskan saya
benar-benar mengambil kesempatan menjadi dosen tetap tersebut. Aaah banyak yang
saya korbankan jika saya mengambil iming-iming sebagai pegawai tetap dosen.
Terlalu banyak yang dikorbankan…. Menghabiskan waktu dan masa
tua di jogja suatu kebahagian karna banyaknya majlis ilmu disini. Tapi, dilain sisi
saya akan terus membuka wajah saya dihadapan ribuan mahasiswa kelak. Kapan
cadar ini terbungkus rapat tanpa harus
dibuka. Apakah saya harus mengorbankan wajah ini untuk dilihat ribuan mahasiswa
ketika saya bekerja???...
Sungguh ini adalah sebuah ujian.. apakah saya harus memilih
akhirat atau dunia… dalam sujud selalu berdoa untuk meninggalkan cinta dunia,
tapi ketika datang ujian ini saya malah tergoda mengambilnya…
Mengambilnya?????.. entahlah, sampai saat ini pun saya belum
sepenuhnya setuju untuk mengabdikan diri saya di universitas tersebut. Walaupun
berlabel Islam dan saya mungkin bisa memperjuangkan cadar, tapi niat untuk
menikah dengan ikhwan sholeh menguasai hati saya.
Ikwhan mana yang rela istrinya ikhtilat????
Dilain sisi, relakah orang tua saya untuk mengizinkan untuk
mengabdi menjadi ibu rumah tangga sejati dengan embel-embel master???.
Hanya allah yang tau,,,, dan saya percaya allah akan
memutuskan langkah terbaik untuk umatnya.
Kita tidak tau apa yang terjadi dikemudian hari, bisa saja
tiba-tiba orang tua saya luluh untuk mengizinkan anaknya menikah, bercadar, dan
ikut suami kemanapun pergi…..
Iya, Allah berkehendak sesuai dengan kkuasanya.. yang penting
kita terus berdoa. Insyaa allah……. Allah berikan jawaban yang terbaik diwaktu
yang tepat.
jawaban itu datang disorenya, tiba-tiba sms dari pengurus ma'had bahwa besok ujian dauroh dilaksanakan di masjid al ashri. yaaap, menurut saya itu jawabannya, maksudnya... saya disuruh lebih fokus menuntut agama untuk mengkualitaskan diri dari pada mencemaskan masa depan.
Pojok room sweet room with brownies kukus Amanda
*lazis sambil nulis sambil ngunyah,hhe*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar