2.07.2018

Dilema UMR

Bismillah.
Siang tadi kedatangan tamu dari dinas pendidikan. Mereka yang rerata pns alias pegawai negeri sipil dengan menterengnya bergaya lebih "wah" dibandingkan dengan sang honorer.
Paham kan apa yang membuat beda kasta sang pns dengan honorer. Yup tunjangan alias honor !. Berbicata tentang honor nyambung ke UMR. Di kota saya termasuk golongan yang memiliki UMR diatas rata-rata. Yaah dengan penghasilan UMR lebih dari cukup lah untuk menghidupi biaya keluarga kecil bahagia. Tapi, bagaimana nasib para honorer yang setiap bulannya hanya menerima honor ala kadarnya.
Di pojokan masjid saya berpikir, mungkin orang tua saya kecewa dengan pilihan pekerjaan yang saya ambil sekarang. Gelar sarjana bahkan master hanya diberi upah setara UMR bahkan kadang jauh lebih kecil kalau tidak ada tambahan bimbel. Padahal dulu mereka menyekolahkan jauh sampai ke jogja untuk masa depan bahagia dengan honor di atas rata-rata setara general manager mentereng.
Lantas... apakah saya harus keluar dari pekerjaan ini????
Okay, pertama, saya memang berniat keluar, tapi bukan karena honor melainkan kesibukan kelak ketika berumah tangga. Kedua, yang saya cari ketika bekerja adalah barokah. Apakah pns itu barokah? Apakah manajer itu dari hasil yang halal?. Semua itu kembali ke kapasitas pekerjaan mereka. Seberapa pantas mereka menerima honor maka kuantitas pekerjaan juga harus disesuaikan. Kalau ada beberapa pekerja yang diambil dari uang haram korupsi kecil yang gk kita sadari seperti memalsukan jam kerja, meneriap suap, pungutan liar, masih bisa di sebut hasil yang berkah???.

Akhirnya... semua bisa dinilai lewat kaca mata islam keberkahan hasil usaha yang kita dapat. Biarlah upah kerja kita minimum yang penting setiap sen-nya ada jutaan keberkahan dari allah untuk mewujudkan generasi cerdas. Insyaa allah....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar