Semua dimulai dari hal terdasar
Film sang pencerah siang tadi yang saya nonton membuat
pencerahan bagi saya pribadi. Walaupun memang identik dengan “muhamadiyah”, hal
tersebut tidak menyurutkan saya untuk kagum dengan isi cerita, bagaimana
perjuangan seorang kyai untuk memperjuangkan kebenaran dari Islam, bukan menyederhanakan
islam tapi lebih mengerti islam yang bersumber dari dasar Islam sendiri.
Yup dari dasar, semua bermulai dari dasar,
orang yang pintar
pasti belajar dari dasar. Tidak semua hal yang kita inginkan langsung terwujud
begitu saya. Malam ini saya mengajarkan adik saya yang sudah kelas 6 PR
matematikanya. Adik saya tidak suka dengan cara saya mengajar perhitungan
debit, dimana saya mengjarkannya dari hal dasar yang saya tanyakan “apa itu debit
?”. adik saya langsung menjawabnya dengan rumus debit sendiri yaitu debit adalah volume dibagi waktu. Begitu
saya tanya apa itu volume dan contoh volume adik saya hanya mnjawab “kok teteh
ngajarinya gitu sih, aneh banget kali”. Heum, saya hanya beristigfar dalam hati
dengan jawaban adik saya.
Sedikit teringat ketika saya mengjarkan anak bimbingan
dilokasi kkn di desa terpencil di jawa tengah, disana kekurangan tenaga
pengajar sehingga mereka lebih menghargai kedatangan mahasiswa kkn yang
bertugas mengajar disana. Timbulnya semangat dari mereka membuat saya lebih
senang mengajar mereka, karena ilmu yang saya ajarkan dari dasar lebih dihargai mereka dari pada adik saya sendiri yang sudah
dimanja dengan materi, fasilitas tanpa tau dasar apa-apa. Adik saya hafal juz
ama, hafal asma ul husna, tapi sama sekali tidak mengerti arti dari apa yang
adik say abaca dan hafal. Apa sistem pengajaran yang biasa adik saya terima
seperti itu apa memang adik saya yang memang seperti itu. Saya tarik dari
kesimpulan, semua berawal dari dasar dimana adik saya berpikir hafalan karena
memang dibiasakan begitu entah semenjak kapan. Hal ini tidak saya rasakan pada
adik saya sendiri dengan sistem pendidikan yang hanya di HAFAL.
Oke,
mungkin adik saya masih belum banyak pengalaman dalam belajar sehingga adik
saya belum banyak mengerti. Saya ambil contoh pada teman wanita saya, ketika
saya menanyakan suatu perihal hadist, beliau menjawab dengan detail dan contoh
sampai saya paham, tapi sayang masih dalam bentuk HAFAL bukan aplikasi dari apa
yang hadist yang dibaca. Sehingga timbul rasa kecewa saya dengan sikap
tersebut. Bukan saya berburuk sangka, tapi aplikasi dalam adab berpakaian saja
masih belum mencerminkan dari hadist yang telah dibaca.
Semua dari dasar, dari awal dari niat. Orang yang berhasil,
mereka pasti punya niat berbagai macam untuk berhasil, punya dasar pemikiran
apa yang membuat orang tersebut berhasil, punya awal mula rintisan tersebut
untuk berhasil. Tidak ada suatu keberhasilan langsung diperoleh tanpa awal
suatu perjalanan. Sama halnya dengan kita yang kuliah dimulai dari awal membaca
di TK, sampai menuju ke SMA dengan ilmu yang lebih tinggi. Semua berasal dari
awal.
Tiga kunci yang selalu saya pegang untuk mendapatkan ilmu
sekaligus memperlurus keadaan yang selama ini belum benar apa yang disampaikan,
pertama niat dari hati untuk belajar, kedua belajar dari dasar apa yang kita
inginkan, ketiga mulai kembali dari awal kalau kita tidak mengerti dasar
tersebut.
Sama halnya jika seorang umur 20 tahun yang masih belum bisa
mengaji, mereka akan disamakan level dalam belajarnya dengan anak usia TK.
Begitulah level dalam ilmu, semua butuh pemahaman tidak hanya sebatas
menghafal.
Saya masih banyak belajar arti dari pemahaman, saya
terlambat untuk memahami ilmu tapi tidak ada kata terlambat untuk belajar.
Semua dikembalikan kepada diri masing-masing, bagaimana cara mendapatkan ilmu
sendiri.
إِنَّ مِنْ إِجْلاَلِ اللَّهِ ، إِكْرِامَ الْعِلْمِ وَ الْعُلَمَاءِ ، وَذِى الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ ، وَإِكْرَامَ حَمَلَةَ الْقُرْاَنِ وَ أَهْلِهِ ، وَ إِكْرَامَ السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ . ( ابوداود والطوسى )
“Termasuk mengagungkan Allah ialah mengormati (memuliakan) ilmu, para ulama, orang tua yang muslim dan para pengemban Al-Qur’an dan ahlinya, serta penguasa yang adil (Abu Dawud, dan al-Thusiy)
“Termasuk mengagungkan Allah ialah mengormati (memuliakan) ilmu, para ulama, orang tua yang muslim dan para pengemban Al-Qur’an dan ahlinya, serta penguasa yang adil (Abu Dawud, dan al-Thusiy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar