copas dari fb seorang ikhwan.. mudah2an barokah..
Kalau memang antum itu orang yang 'udah ngaji', maka peliharalah ilmu yang antum dapat dari kajian. Minimal ada usaha mengingat, atau muraja'ah, atau menghafal, atau menulis ulang faedah.
Kalau memang antum itu orang yang 'udah ngaji', lebihkan porsi membicarakan ilmu kajian dan bukan malah kebanyakan berbicara pengajiannya, apalagi cuma membicarakan pengkaji atau pematerinya.
Kalau memang antum itu orang yang 'udah ngaji', jangan merasa keudahngajian berarti kesalehan begitu saja. Apalagi merasa pengajian lain yang tidak antum hadiri mesti kurang bagus, karena antum mengira kajian yang antum hadiri pasti selamat, pematerinya mu'tabar, recommended dan masyhur.
Kalau memang antum itu orang yang 'udah ngaji', buktikan pada diri sendiri dulu memangnya antum ketika keluar selesai ngaji ilmunya tetap exist? Atau yang exist malah obrolan dekorasi, manhaj pemateri, kelakuan hadirin, dan hal lain yang bukan tujuan diadakannya pengajian.
Kalau memang antum itu orang yang 'udah ngaji', bukan berarti membeda-bedakan diri dengan kalangan yang 'ga ngaji', menyebut mereka 'awam' dan 'muqallid' padahal kedua karakter itu juga 'antum-banget', sehingga memandang orang yang ga ngaji bukan dengan pandangan harapan agar kelak mereka bakal ngaji juga, tapi dengan pandangan 'loe - gue: END!'
Kalau memang antum itu orang yang 'udah ngaji', jangan merasa alim begitu saja. Nice, antum boleh bicara banyak tentang agama di depan orang-orang yang ga ngaji hingga seolah paling pintar antum ini. Tapi ketika berdiskusi dengan ikhwah sepadan, atau ikhwah yang antum tuding hizby, non-Ahlus Sunnah, atau hingga Ahlul Bid'ah, justru kebalik, yang kelihatan sudah ngaji adalah mereka, dan yang kelihatan belum ngaji adalah antum. Maka, bicarakan ilmu yang dibahas di pengajian, bukan bicarakan individu yang bukan tujuan antum ikut kajian.
Kalau memang antum itu orang yang 'udah ngaji', antum perlu muhasabah juga bahwa manusia itu dzaluum dan jahuul. Bisa jadi antum berbuat lalim atau jahil. Jadi, jangan sombong dengan keudahngajian. Wong yang sudah dilantik umat sebagai ulama atau ustadz saja ga boleh sombong, apalagi yang dilantik menjadi thalib saja belum layak?!
Kalau memang antum itu orang yang 'udah ngaji', jangan ngira pengajian yang bener itu cuma pengajian golongan antum aja, atau yang direkomendasikan orang-orang sepemikiran antum aja. Kajian itu ga cuma bertema manhaj doank. Ada kajian fiqh. Ada kajian Ushul Fiqh. Ada kajian akhlaq. Ada kajian Nahwu. Dan ustadz yang shaleh, berilmu dan benar sirahnya bukan ustadz antum aja. Sebagaimana yang shaleh, berilmu dan benar sirahnya ya bukan antum aja. Itupun jika memang antum itu shaleh, berilmu dan benar sirahnya. Jika tidak?!
Coba antum minimalisir membahas perkara kajian, dekorasi, ustadz, manhaj ustadz, musuh ustadz, perbedaan opini ustadz, komentar2 status ustadz, dan apalah itu lagi. Malu coba sama diri sendiri, capek-capek bermanhaj ternyata capeknya cuma pada perbincangan beginian. Apa jangan2 orang bermanhaj shahih itu adalah orang yang mahir membicarakan pemateri, ustadz, jumlah peserta dsb? Memalukan, memilukan dan memualkan.
Juga panitia kajian, antum itu jangan mentang-mentang sudah berjasa jadi panitia, lalu merasa tidak usah lagi repot mendengarkan pemateri, mencatat faedah dan cukup menikmati pemandangan hasil kerja saja? Kalau antum begitu, ya mirip sekali dengan penjual buku agama yang tahu judul, penulis dan harga buku tapi ga pernah mau tahu dan ga mau baca isinya sampai pinter, karena saking matrenya dan ga doyan ilmu. Bencananya, orang mengira dia pasti faham banyak isi kitab. Sama kayak panitia yang sering repot menyelenggarakan kajian, tetapi perhatiannya cuma di kuantitas hadirin, microphone, income, karpet, kipas angin dan perbincangan paling supernya hanyalah 'Ustadz fulan Ahlus Sunnah atau bukan?'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar